Rabu, 22 Januari 2014

Short Memories







Title                       : Memories

Length                  : Drabble

Genre                   : Comedy, Romantic

Rating                   : PG-13

Pairing                  : Jongin and YOU.

Summary             :
Aku memiliki pacar. Dia adalah penari terbaik yang pernah aku temui. Dia juga yang memenangkan hatiku dengan cara yang aneh. Dia kocak. Dia kekanakan. Entahlah, kebanyakan sifatnya sangat abstrak bagiku. Tapi sekali lagi, dia adalah Kim Jongin, seorang yang telah memenangkan hatiku dengan cara yang aneh.





*** 
                “Makan itu dengan perlahan Oppa, atau kau akan terse─”

                “Uhuk!!” Jongin terbatuk-batuk ditempatnya sambil memukul-mukul permukaan meja makan, baru saja apa yang akan diucapkanku terjadi. Lihat? Dia sangat… ah sudahlah, aku beranjak memutari meja makan dan menepuk-nepuk punggungnya pelan sambil mendorong gelas berisi air putih─yang langsung disambarnya.

                “Pabo.” Aku berbisik sambil memutar mataku jenuh, kusangka dia tidak mendengarnya namun dia mendengarnya dan kini dia melotot padaku. Aku bernafas dengan keras. “Apa?” sergahku sambil menarik kursi dan duduk disampingnya, bertopang dagu sambil berusaha meraih piring berisi tumpukan ayam goreng disamping tubuh Jongin, namun dengan cepat dijauhkannya piring itu dari tanganku.

                “Jangan makan ayamku!” pekiknya panik sambil berdiri. Ya Tuhan, mengapa kau menciptakan orang ini? Aku mendengus lalu berdiri juga, sialan, kalau sedang berdiri seperti ini, aku hanya setinggi ketiaknya. “Baik! Aku tidak akan menyentuh apapun milikmu lagi.” Aku menoleh keruang tamu dan mendapati Luhan Oppa sedang duduk bosan menonton ramalan cuaca di televisi. “Luhan Oppa, temani aku jalan keluar? Aku lapar dan ‘seseorang’ melarangku makan disini.” ucapku menekan kata ‘Seseorang’ lantas berbalik untuk berjalan meninggalkan dapur. 

                Namun baru setengah langkah aku berjalan, siku-ku ditarik dari belakang, membuat aku terduduk dikursi yang tadi aku duduki. Lalu piring berisi ayam itu sudah ada didepanku. “Baiklah, aku akan membaginya denganmu. Tapi jangan pergi, apalagi bersama Luhan hyung.” Ucapnya sambil menempelkan sikunya di permukaan meja. Aku meleletkan lidahku padanya dengan senyum kemenangan.

                “Oppa tidak mau?” ucapku saat melihatnya tidak bergerak sama sekali selain memandangiku makan, aku menggoyang-goyangkan ayam ditanganku didepan wajahnya. Dia menggeleng dan tetap menatapku, “melihatmu makan sudah membuatku kenyang.” Seketika aku memasang wajah ingin muntah.

                “Jangan membuat aku menciummu.” Sergahnya datar sambil mendorong kepalaku pelan, aku mendengus dan kembali makan. “Oppa sungguh tidak mau? Serius?” dan dia kembali menggeleng. “Aku ingin makan, tapi yang sudah ada dimulutmu.” Bisiknya sambil mengerling nakal, sontak aku memekik kecil dan memukul kepalanya dengan ayam. “Dasar yadong!” dan dia tertawa.

                Aku kembali makan. Dan kadang hampir tersedak ketika bertemu pandang dengannya, demi Tuhan, matanya itu sangat tajam dan menusuk sampai kehatiku. Dia tertawa ketika aku memberi wajah konyol padanya dan getaran tawanya terasa sampai kehatiku. Aku merasa risih.

                Dan ini baru ayam ke lima dan aku menjauhkan piring itu dari wajahku. “Sudah kenyang, baby?” katanya sambil mengubah posisi duduknya, kali ini dia menyodorkan gelas berisi air putih padaku, gelas yang tadi kusodorkan padanya. “Jangan menggodaku, kau tahu itu tidak akan berhasil, Oppa.” Ucapku sambil minum air dan beranjak dari sana, dan dia mengikutiku. 
 
                Aku pergi keruang tamu sambil membawa piring berisi ayam dan tulang ayam (?) dan menyodorkannya pada Luhan oppa, dia mengambil satu dan aku meletakkan piring itu di meja, duduk disofa dan melipat kakiku ke sofa, Jongin mengikuti langkahku dan mengambil posisi diantara aku dan Luhan oppa. Dia memandang sengit Luhan dan mendorong sosok tampan itu dengan pelan, mengusir. “Hyung, pergi dari sini. Kami ingin pacaran!”

                Luhan pergi dari sana dengan omelan yang tertahan oleh potongan ayam dimulutnya. Aku menoleh kearah Jongin dan dia tersenyum lebar sekali, mungkin bisa merobek wajahnya. “Mau apa kau, oppa yadong?” aku mengambil bantal dan memposisikannya didepan tubuhku seperti tameng. “Oh, ayolah, babe. Berhenti memanggilku yadong atau aku akan benar-benar melahapmu. Demi Tuhan aku hanya ingin bersandar dibahumu.” Ucapnya sambil memicingkan matanya tak suka, dia merajuk. Oh dia sangat lucu sekarang.

                Aku hanya tertawa dan menyentil hidungnya kemudian bersandar pada sofa dan meraih remote televisi, memposisikan tubuhku senyaman mungkin. Dan Jongin ikut bersandar juga, namun kepalanya dia sandarkan dibahuku, rambut lembutnya bahkan menggelitik leherku. Aku memindah-mindahkan channel sementara Jongin bersenandung kecil. 

“Suaramu jelek, Oppa. Diamlah.” Aku mengejeknya dan dia memukul lututku, tidak sakit malah geli, dan kami tertawa.

                Aku meletakkan remote setelah menemukan acara yang tepat, drama telenovela perancis, dua laki-laki berperut buncit ditelevisi mulai mengucapkan kosa kata yang aneh dan aku menikmatinya. Jongin mulai meraih tanganku dan memainkan jari-jariku, kadang dia mengangkatnya ke wajahnya dan mengecup buku-buku jariku.

                “Oppa, ingat tidak pertama kali kita bertemu?” aku menggenggam jarinya yang berada disela-sela jariku. dia mengangguk pelan, dan bisa kurasakan dia mulai memejamkan matanya. “Kenapa?” dia bertanya dengan suara lembut. “Saat itu kau menginjak tali sepatuku hingga aku terjatuh, kan?” aku tertawa ketika mengingatnya dan Jongin memukul lenganku, “Mengapa? Kau ingin minta ganti rugi karena lututmu yang lecet? Masa berlakunya sudah habis, babe. Kau terlambat.” Ucapmu sambil memeluk lenganku.

                Aku tertawa seiring memori itu menyirami kepalaku, saat itu aku sedang terburu-buru ingin melihat nilai ujian akhir yang telah ditempel di hall sekolah. Namun karena keadaan begitu sesak dan tubuhku sangat mungil, aku terdorong kebelakang, dan saat itu ternyata kau menginjak tali sepatuku. Dan yeah… aku terjatuh. “Aigoo!!!!”  Bokongku nyeri dan wajahku semerah tomat.
 
                Kau meraih lenganku dan mengangkatku, memeriksa siku-ku apakah ada luka lecet disana. “Kau tidak apa? Lain kali ingat untuk selalu mengikat tali sepatumu.” Kau mengucapkannya dengan wajah datar. Aku harusnya marah-marah saat itu, memarahimu karena kau satu-satunya yang membuatku terjatuh. Namun waktu itu aku hanya diam seperti ayam, mengangguk sebelum kau berjalan maju untuk melihat nilaimu disana. Waktu itu aku sangat tersihir oleh pesonamu dan sungguh itu sangat konyol ketika mengingat wajahku.

                “Kenapa kau tertawa seperti itu?” ucapmu membuyarkan lamunanku, “Kau mengerikan.” Dan aku memukul kepalamu dengan bantal. 

               Lalu aku seperti tersengat, kalimat ‘Kau mengerikan’ yang tadi kau ucapkan nampak tidak asing. Dan ah ya, aku ingat. Saat itu, masih saat kita duduk di bangku SMA, hujan sedang turun dengan lebatnya dan membuat aku harus berdiri di koridor mengamati air hujan yang turun dengan kelewat deras. Aku sepertinya menjadi anak terakhir yang pulang mengingat tugas tak bermutu yang diberikan Mr.Yi Fan padaku gara-gara hari itu aku salah membelah kodok saat praktek di lab.

                Aku melirik jam tangan berlogo EXO disana dan mendapati sebentar lagi jam 5, aku sudah menunggu lebih dari 30 menit hanya untuk hujan, ponselku mati dan bagaimana aku harus pulang? Aku mengigit bibirku sambil memutuskan untuk menerobos hujan, biarlah, lagipula sampai kapan aku harus menunggu disini, dan dari rumor yang beredar, setelah jam setengah enam akan terdengar bunyi-bunyi aneh dari toilet perempuan di lantai satu. Aku merinding ditempatku, dan memejamkan mataku seiring aku berjalan kedalam tirai hujan.

                Air hujan yang dingin menyakiti kulitku, sejujurnya aku benci hujan, tapi yah mau bagaimana lagi dari pada aku bertemu dengan sosok yang aneh-aneh. Aku sedikit berlari dan bisa kurasakan seragam yang kukenakan hari ini melekat dikulitku seperti kulit kedua. Baru hendak berbelok aku menemukan lenganku ditarik dan air hujan tidak menyerangku lagi.

                Aku mengadah dan mendapati payung berwarna abu-abu tengah menutupi kepalaku, sontak ku menoleh kebelakang dan mendapati kau disana berdiri dengan raut wajah yang tetap datar, sedatar telur dadar yang biasa ibuku masak untukku. “Kau jangan berlari dibawah hujan seperti ini. Kau bisa sakit. Dan…” kau mengamati wajahku yang basah. “Kau terlihat mengerikan.” Dan aku menggigit bagian dalam bibirku aku tau pipiku akan memerah. “Kenapa kau belum pulang? Bukankah ini terlalu larut untuk anak semacammu?” aku bertanya sambil menggosok kedua telapak tanganku. Satu payung denganmu membuat hatiku bergetar ditambah jarak antara kita begitu… begitu.. ah aku harap bunyi detak jantungku tidak sampai terdengar olehmu.

                “anak semacamku? Oh apa yang kau maksud, cutie?” APA? Kau memanggilku cutie? Hell jongin! Kau membuat aku ingin melumer sekarang. “ya.. um, anak-anak sepertimulah.. ya.. begitulah.” Aku tergugup dan kau tertawa. Sejurus kemudian aku merasakan suatu kehangatan yang janggal melingkupi punggungku. “Ap.. Apa?” bisikku saat menyadari benda aneh itu adalah jaketmu. Tebal, hangat, dan beraroma tubuhmu.

                Kau menyeret tubuhku dan terus memayungi tubuhku. “Aku habis latihan  menari. Kau kenapa baru pulang sekarang?” kau menyibakkan rambutmu yang basah terkena air. “Um, aku dipanggil Mr.Yi Fan.” Aku meniup-niup tanganku. “Tunggu.” Ucapku setelah sadar apa yang sedang terjadi saat ini. Aku membalikkan tubuhku untuk menghadapmu dan aku bisa merasakan titik-titik air diatas kepalaku, aku keluar dari payung. 

                “Ya! Kau bisa sakit.” Kau mengeram lalu menarikku terlihat seperti memelukku. “Aku akan mengantarkanmu pulang, tenang saja. Rumah kita searah.” Kau menyela cepat seperti tahu apa yang ada difikiranku. Aku mendesah lega dalam hati. “Bagaimana kau tahu rumah kita searah?” 

                “Cerewet, kajja!”

                Itu memori yang lucu jika mengingatnya, dan masih banyak lagi hal-hal lucu yang kita lewati bersama. Satu setengah tahun bukanlah waktu yang lama, terlebih jika menghabiskannya denganmu. Aku ingat waktu itu musim dingin dank au membawaku ke tepi sungai Han. Kita beragrumen soal apakah bebek akan tetap berenang dicuaca sedingin ini. Juga saat kita menghabiskan akhir pekan di musim panas yang hangat di pantai. Jangan lupakan saat kita berburu kupu-kupu di taman bunga rumah Kyungsoo oppa, itu adalah musim semi terbaik yang pernah aku jalani dalam hidupku.

                Aku memengecilkan suara televisi saat tersadar dari lamunan masa lampau kita, dan mendapati bahuku kebas, kau tertidur dengan sangat pulas disana seperti bayi. Jarimu masih mengenggam jariku, dan aku bisa merasakan nafasmu yang teratur dibahuku. 

                Aku memiliki pacar. Dia adalah penari terbaik yang pernah aku temui. Dia juga yang memenangkan hatiku dengan cara yang aneh. Dia kocak. Dia kekanakan. Entahlah, kebanyakan sifatnya sangat abstrak bagiku. Tapi sekali lagi, dia adalah Kim Jongin, seorang yang telah memenangkan hatiku dengan cara yang aneh.

                Dan kau mau tau, Jongine oppa? Aku masih mempunyai banyak halaman kosong untuk menuliskan kisahku dan kisahmu, selamanya.


***




FIN

kkkkkkkk ^^ aku tau ini jelek aku tau, dan mian hhehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar